Jumat, 11 April 2014

Perbaikan pelayanan di kepolisian (kasus perpanjangan SIM)

Dengan semangat membuat berita positif. Kali ini pengen menulis tentang pengalaman dalam melakukan perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM) di kepolisian (Banyumas). 

Meskipun SIM C ku saat itu masih berlaku beberapa bulan lagi, akhirnya aku memutuskan untuk memperpanjang SIM secepatnya. Tanpa persiapan apapun, aku hanya membawa identitas secukupnya seperti KTP dan SIM lama. Setelah sampai di kantor pembuatan SIM, aku langsung bertanya kepada petugas tentang lokasi pembuatan SIM karena aku tidak menemukan petunjuk atau informasi tentang pembuatan SIM ini. Setelah ditunjukkan lokasinya, aku memberitahukan kepada petugas, oleh petugas diminta fotokopi KTP, fotokopi SIM lama, surat keterangan sehat dan mengisi formulir aplikasi. 

Karena hanya membawa dokumen asli, akhirnya aku pergi ke tempat fotokopi di dalam lokasi kantor polisi tersebut, yang sudah pasti mereka tahu kelengkapan untuk perpanjangan SIM. Akhirnya aku memberikan dokumen asliku ke tukang fotokopi dan dlm beberapa saat. Tukang fotokopi memberikanku kelengkapan untuk melakukan perpanjangan SIM antara lain, FC KTP dan SIM, map kertas dan sebuah pulpen. Total kelengkapan seharga 6000 rupiah. Kl dari nilainya sih termasuk mahal, tp kl dr segi kemudahan,  hal ini sangat membantu.

Selanjutnya oleh tukang fotokopi aku disuruh ke dokter atau apalah namanya disamping kantor polisi tersebut. Disitu cuma ada 1 orang 'pasien' yang diperiksa. Setelah tiba giliranku, aku dipersilahkan berdiri di alat timbang dan pengukur tinggi badan, selanjutnya membaca huruf2 untuk memeriksa visus mata, dan terakhir dilanjutkan membaca huruf 'tekek' sebagai pemeriksaan buta warna. Setelah semua dilakukan, petugas tersebut kemberikan secarik kertas yg isinya hasil pemeriksaan tadi. Di meja itu terdapat tulisan 20.000, 'harap bayar dengan uang pas'. 

Setelah selesai dari pemeriksaan kesehatan, aku kembali ke petugas perpanjangan SIM dan aku diberi formulir untuk di isi. Akhirnya baru sadar kenapa tukang fotokopi td memberikanku pulpen dalam paket yang diberikan tadi, karena di meja tempat mengisi aplikasi tidak tersedia pulpen untuk menulis. Setelah mengisi lengkap, akhirnya aku diminta membayar di loket sebesar 75.000,- dan selanjutnya diminta memberikan semua berkas plus formulir dan struk bukti pembayaran ke petugas bagian perpanjangan SIM.

Setelah berkas diminta semua, aku diminta untuk menunggu sampai dipanggil untuk foto. 

Berdasarkan informasi yg diperoleh dari blog-blog ttg perpanjangan SIM, tertulis bahwa perlu melakukan tes simulasi meskipun cuma perpanjangan SIM. Wah, agak males juga nih kalau harus kaya bikin baru pikirku. Tapi mau gimana lagi toh memang butuh juga. 

Akhirnya, namaku dipanggil untuk masuk ke ruang foto. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya sampailah namaku dipanggil kedua kalinya untuk melakukan pengambilan foto. sebelum foto diambil, petugas melakukan kroscek data dengan menanyakan beberapa pertanyaan. Setelah ok, sidik jari jempol kanan dan kiri diambil, terus dilanjutkan pengambilan spesimen tanda tangan dan foto.

Selesai..

Beberapa menit kemudian SIM langsung jadi, dan pulang dengan senyum. 

Beberapa catatan dari pengurusan SIM ini adalah: 
1. Proses pelayanan transparan dan bebas calo (kebetulan aku ga nemu tuh calo).
2. Biaya murah 6.000 + 20.000 + 75.000 sudah dapet SIM baru
3. Persyaratan gampang, cuma SIM lama n KTP, sisanya bisa didapat di lokasi.
4. Fungsi formulir agak kurang jelas, toh data kita sudah ada di situ. Mungkin utk update data juga sih. 
5. Ga pake simulasi ujian ato apapun namanya. Cuma nyerahin berkas, ambil spesimen sidik jari, tanda tangan, foto.. UDAH..  JADI. Hehehe...

Selamat buat kepolisian yang telah memberikan pelayan yang baik untuk warga negaranya.

Aku cinta Indonesia 😊

Senin, 07 April 2014

Ekspresi sedih sang porter

Hati ini teriris ketika melihat bapak bapak porter di stasiun gambir yang berlari mengejar pintu sambil mengetuk pintu dan berharap ada yg membukakan pintu dari dalam. Melihat ekspresi kecewa mereka dan Membayangkan kekecewaan mereka ketika tidak ada yang membukakan pintu atau tidak ada penumpang yang mau menggunakan jasa mereka. Kalau itu terjadi, sudah bisa membayangkan kekecewaan keluarga mereka yang menunggu adanya uang untuk membeli makan malam atau sarapan besok pagi..

Hmmm.. Orang-orang di sektor non-formal seperti mereka itu memang tidak tetap penghasilannya. Kadang makan kadang tidak.. Yang membuat sedih adalah 'orang ini mau bekerja' dan penghasilannya sedikit. Beda dengan pengemis malas yg tidak mau kerja keras untuk kebutuhannya sendiri.

Trus, bagaimana sikap kita?perlukah mencari penyebab banyaknya sektor informal di Indonesia? Perlukah menyalahkan pihak-pihak yang menyebabkan negeri kita tercinta terasa tidak adil pada rakyatnya? Tidak perlu. Tidak perlu kalau hanya untuk mengumpat atau menyalahkan orang lain. Perlu, kalau ketika kita tahu penyebabnya, kita bisa berperan memperbaiki kondisi ini. Sekecil apapun peran kita.

Marilah kita introspeksi.

Pastinya orang yang membaca tulisan ini punya internet, punya hape atau laptop atau komputer untuk membuka tulisan ini dan punya hal lain yg tidak dimiliki oleh mereka. So, buat renungan aja.. Bahwa masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Mari berusaha sekuat tenaga untuk sekitar sesuai peran dan kemampuan masing masing. Selain itu, gunakan rejeki yang telah diberikan kepada kita secara bijak.

Introspeksi buat diri sendiri.

Selasa, 01 April 2014

Belajar pencalegan dari belanda untuk Indonesia

Teringat waktu ngobrol dengan Mas Zaenal di Amstelween tentang pencaleg-an di Belanda. menarik dan masuk logika saya. tapi sebelumnya tulisan ini mau mengadopsi motto ILK "mengatasi masalah tanpa solusi" hahaha....

dari hasil obrolan, dikatakan bahwa di belanda, caleg di tingkat nasional itu berasal dari caleg yang sukses di daerah. Wah bagus juga sistemnya. jadi yang ke tingkat nasional itu sudah tahu permasalahan dan berprestasi di daerah. selain itu, kemampuannya dalam berpolitik sudah mulai terasah.

coba bandingkan dengan Indonesia. aku ga akan bilang "bukannya mau menjelek2kan Indonesia" atau apalah yang membuat tulisan ini lebih halus. tapi mari kita lihat fenomena yang terjadi di negeri kita tercinta. INDONESIA.

1. yang punya uang bisa jadi caleg
ini adalah satu dari banyak berita tentang perlunya, atau lebih tepatnya wajibnya membayar untuk jadi caleg dari suatu partai. apalagi jika ingin ditempatkan di posisi pertama di surat suara. Secara logika, orang miskin (selain dilarang sakit dan dilarang mendapatkan pendidikan yang bagus) juga dilarang menjadi caleg. Syarat uang ini bisa menjadi positif jika sang caleg itu memang benar benar tidak butuh uang lagi. misalnya ada orang yang super kaya dan dapat revenue dari bisnisnya sehingga tidak butuh pemasukan lagi dari tempat lain misalnya gaji dan insentif dari menjadi wakil rakyat. Untuk tipe orang ini, mungkin dia bisa fokus mempebaiki Indonesia. Namun di sisi yang lain, jika uang yang diperoleh dari pinjaman, atau bisnis yang setengah-setengah. ditautkan ketika sang caleg berhasil menjadi wakil rakyat, dia akan berusaha mencari uang untuk membayar hutang atau menggunakan kewenangannya dalam mempengaruhi keputusan eksekutif dalam mengembangkan bisnisnya. Belum lagi kalau tidak terpilih, bisa menjadi stres dan gila.

2. Caleg Artis
Fenomena ini juga menarik, dengan tingginya penonton televisi di Indonesia, dan adanya TV nasional yang menjangkau secara luas dan gratis di negara ini, memungkinkan seorang selebritis dikenal secara nasional. kondisi ini dilihat oleh partai dan dimanfaatkan untuk mendulang suara di pemilu. Selain itu, selebritis atau mantan selebritis relatif mudah untuk mendapatkan uang untuk mendaftar suatu partai, dan partai juga akan mendapat keuntungan dari sang artis. istilah jawanya "win win solusen". Selain itu, menggunakan artis juga mengurangi biaya kampanye sehingga sekali lagi sangat menguntungkan bagi kedua pihak.

Trus, apa masih ada caleg yang "layak" dipilih di pemilu nanti? Mmmmmmm... ga tau juga ya, harusnya sih ada, karena di dunia ini ada hukum probabilitas dan hukum pareto, atau istilah lainnya tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apalagi di Indonesia sudah menganut sistem demokrasi dimana masih banyak pro dan kontra mengenai sistem demokrasi di negara dengan masyarakat islam terbesar di dunia.

Kesimpulannya: sistem pencalegan berdasarkan kompetensi, pengkaderan dan track record sangat menarik dan akan memberikan hasil yang lebih baik dari sistem yang sudah ada sekarang dimana siapapun bisa menjadi caleg di tingkat manapun.

Penutupnya adalah (sebagai penggemar ILK) saya menyatakan bahwa tulisan ini akan menyelesaikan masalah tanpa solusi, tidak bermartabat dan tidak bertanggung jawab....!!!!! Yeeaaaahhh.

I Love Indonesia